Tuesday, February 8, 2011

DOMBA usaha setelah pensiun

(dari blog orang lain)

VD& MAJALAH PENGUSAHA

Tahukah pembaca? Menurut sebuah survei hanya 2% saja orang yang tetap dapat menikmati kehidupan mapan sesudah masa pensiun tanpa perlu lagi melakukan kegiatan produktif. Selebihnya akan membuka usaha, bekerja lagi, atau menggantungkan diri pada orang lain (sanak-keluarga). Ucapan terimakasih diucapkan oleh penulis mewakili tim Villa Domba kepada majalah pengusaha yang telah mengulas profile sang penggagas Villa Domba yaitu pak Suhadi Sukama, seorang ayah, guru, sahabat sekaligus teman bagi penulis, KLIK. http://www.majalahpengusaha.com/content/view/861/29/:

Menurut sebuah survei hanya 2% saja orang yang tetap dapat menikmati kehidupan mapan sesudah masa pensiun tanpa perlu lagi melakukan kegiatan produktif. Selebihnya akan membuka usaha, bekerja lagi, atau menggantungkan diri pada orang lain (sanak-keluarga). Tetapi terlepas dari hal itu, Suhadi Sukama, seorang pensiunan BUMN, berpendapat, bagi pensiunan lebih baik berusaha dibanding dengan menempuh kehidupan 'mantap' (makan tabungan pensiun). Namun baginya, seorang calon pensiunan ketika hendak mempersiapkan bisnis, ekspektasi seharusnya bukan menjadi konglomerat dari usaha baru yang dirintisnya, tapi agar mempunyai kegiatan pasca pensiun, dan terutama mempunyai penghasilan tambahan selain dari uang pensiunnya.

Ia juga berpendapat, idealnya bisnis pensiunan mulai dipersiapkan saat seseorang masih aktif bekerja. Persiapan tidak selalu harus diartikan berupa persiapan materi. Pada tahap awal bisa dimulai dari pembelajaran jenis usaha dan prospek usahanya melalui literatur, baik tentang usaha yang bersangkutan, cara produksi/ mendapatkan produk yang akan dijadikan usaha, analisa pasar dan harga, persaingan usaha, dan lain-lain.



“Tentunya akan relax bila kita tahu lebih dini. Selain belajar dari literatur, kita perlu meluangkan waktu untuk melakukan berbagai uji coba dalam skala kecil untuk membuat/ mendapatkan produk tersebut. Jenis usaha idealnya dipilih berdasarkan pengalaman kita sendiri saat uji coba. Pilihan usaha lebih dini, akan memberi kesempatan kepada kita untuk menghimpun dana (berhemat) lebih awal untuk modal. Penyiapan lahan, infra struktur, menimba pengetahuan, melakukan pengujian usaha dan tidak kalah penting menyiapkan kebutuhan SDM untuk pelaksanaannya nanti, akan memerlukan waktu dan dana,” jelasnya.

Suhadi cukup beruntung. Mengaku tertarik dan mencintai agrobisnis, persiapan usaha sudah lama ia lakukan. Merunut ke belakang, sejak tahun 1980, yakni setelah lulus dari Teknik Perminyakan dan mulai bekerja, ia bahkan telah mempersiapkan diri, antara lain mempelajari budi daya ayam ras & itik, uji coba bertanam sayur-mayur, tanaman hias, ikan hias, burung, anggrek, bonsai, hingga mulai mempersiapkan bisnis agro. Kini, bisnis Eka Agro Rama yang dijalankan pria 58 tahun itu sudah kelihatan membuahkan hasil. Setidaknya sejak tahun lalu usaha ternaknya sudah menjual lebih kurang 600 ekor domba, dan tahun ini pasti bertambah. Lebih menggembirakan lagi, vanili dan kopi juga telah panen perdana dan hasilnya tahun depan siap dipasarkan. Sementara itu untuk tanaman keras, seperti jati, tingginya sudah 12 m, durian juga sudah belajar berbuah. Padahal saat ini masa pensiunnya ditambah dengan diperbantukan di BUMN tersebut masih tersisa dua tahun.

Lama waktu yang diperlukan untuk mempersiapkan bisnis menjelang pensiun adalah relatif. Menurut bapak 4 anak dan kakek seorang cucu tersebut, tinggal dihitung mundur saja dari waktu kapan ekspektasi bisnis yang terpilih mulai komersial (paling lambat saat mulai pensiun) ke waktu persiapan dan pelaksanaannya (sebelum pensiun). Ia berpendapat, 5 tahun masa persiapan sebelum pensiun adalah pas-pasan, dan idealnya adalah 10 tahun.

Di samping itu, faktor resiko atas bisnis yang dipilih perlu dijadikan pertimbangan. Pilihan bisnis beresiko lebih tinggi berarti juga harus memperhitungkan waktu yang cukup untuk pemulihan bila gagal. Artinya bisnis seperti itu akan lebih tepat apabila dimulai pada saat masih dalam kondisi aktif bekerja dan masih punya cukup waktu lama sampai usia pensiun.
“Kalau harus memilih, saya lebih suka resiko moderat tetapi penghasilannya dapat meningkat dalam skala jangka panjang. Artinya kita perlu membuat rencana agrobisnis dengan konsep multi crops, dari tanaman pendek usia sampai usia panjang secara tumpang sari. Selain itu kami sejak awal berusaha memiliki keunggulan produk, seperti menggunakan konsep organik yang akan menjadi trend di masa depan. Itulah sebabnya kami beternak (Villa Domba, ternak domba garut-red), sekali mendayung kami memperoleh pupuk gratis. Sistem tumpang sari secara benar, berarti juga efisiensi lahan. Kami saat ini seolah-olah memiliki lahan 4-5 kali lebih luas dan punya banyak pilihan produk, terserah pasar pilih yang mana, kami siap memproduksinya,” paparnya.
Sehingga baginya, kegiatan agrobisnis lebih sesuai karena sebenarnya dapat dirancang agar menghasilkan keuntungan secara berjangka, dari jangka pendek, menengah sampai jangka panjang. Contohnya, ketika ia berencana melakukan penanaman pohon kayu untuk bahan bangunan, seperti sengon, jati, dan lain-lain, penghasilan untuknya mungkin saja diperoleh dari tanaman sela pada tanaman inti tersebut (tumpang sari) berupa rumput untuk pakan ternak, palawija, kopi, vanili dan sebagainya, yang hasilnya dapat dinikmati di bawah lima tahun. Karena kayu sengon baru dipanen setelah lima tahun, apalagi jati berumur lebih dari sepuluh tahun. “Kalaupun tidak sempat menikmati, kita harus ikhlaskan untuk anak cucu kita,” imbuhnya arif.
Diungkapkan, biaya pengadaan lahan membutuhkan modal usaha terbesar pada usaha agrobisnis miliknya. Ia menyiasati dengan cara pembelian lahan secara bertahap sejak jauh-jauh hari, enam tahun sebelum proyek dimulai. Harga tanah pasti selalu mengalami apresiasi, sehingga tidak usah khawatir asalkan sudah punya perencanaan yang matang. Menyewa lahan, kalau bukan untuk sekadar uji coba, menurutnya malah akan menyulitkan di kemudian hari, terutama bila untuk tanaman keras. Pembelian lahan pun dicari yang masih murah harganya tetapi mempunyai daya dukung dan kecocokan terhadap rencana usaha, serta menghindari setiap pembelian tanpa perencanaan yang jelas. Sedangkan modal usaha lain adalah untuk pembelian bibit tanaman dan ternak, serta kandang.
“Kami melaksanakan pengembangan usaha secara bertahap disesuaikan dengan kemampuan pendanaan. Dalam program kami, rencana kegiatan dibagi menjadi tiga tahapan. Tahap Pertama (sekarang), Tahap Kedua (optimalisasi lahan) dan Tahap Tiga (sinergi dengan mitra usaha). Mempunyai program skala jangka panjang dengan harapan dapat dilanjutkan oleh anak dan cucu. Modal tidak besar sehingga terjangkau secara swadana, yang jelas kami telah hidup hemat hampir 10 tahun lalu. Saat belum memperoleh penghasilan cukup, kami danai dari penyisihan penghasilan tetap (gaji),” paparnya.

KLIK Info Lainnya VD& Majalah Pengusaha:
http://www.majalahpengusaha.com/content/view/852/38/


No comments:

Post a Comment